Stop Buruh Anak

Stop Buruh Anak

Minggu, Februari 26, 2012

BURUH ANAK “DARI SUNGAI SAMPAI LERENG BUKIT”

(Laporan Survey Buruh Anak di Pulau Nias, 18-24 februari 2012)


Pulau Nias saat ini memang telah berubah, jika dibandingkan dengan kondisi sebelum bencana alam gempa bumi tahun 2005 lalu. Ribuan bangunan rumah, perkantoran, pasar, sekolah, rumah ibadah bahkan bangunan jalan dan jembatan telah dinikmati masyarakat dan pembangunan terus berjalan. Setiap harinya puluhan truk pengangkut kayu, batu-batu sungai dan batu gunung, kerikil, pasir, batu-bata datang dari pedesaan menuju kota-kota untuk memenuhi permintaan material bangunan yang dipesan oleh para kontraktor dan pekerja bangunan. Para pengusaha galian C juga sibuk memenuhi suplay material bangunan sehingga harus mempekerjakan banyak orang agar hasil penambangan pasir, batu dan kerikil dapat memenuhi permintaan tersebut. Tak ketinggalan juga para pemilik tanah dipedesaan merelakan tanamannya dibongkar karena didalam tanah tersimpan batu-batu cadas yang dimintai para kontraktor. Sehingga tidak sedikit jumlahnya lahan-lahan pemukiman dan lahan perkebunan dieksploitasi tanpa mempetimbangkan bahaya bencana longsor dapat terjadi sewaktu-waktu.

Tapi siapa yang menyangka jika gedung-gedung megah, jalan yang mulus dan jembatan-jembatan baru yang dibangun dengan material pasir, batu, kerikil dan batu-bata tersebut diperoleh dari tangan-tangan mungil anak-anak desa. Hampir setiap lokasi galian C tempat penambangan batu sungai, kerikil, pasir, dihampir setiap lereng bukit penghasil batu cadas dan tempat-tempat produksi batu bata ditemukan 5-15 anak-anak usia 10-18 tahun. Mereka tidak mempedulikan bahaya yang dapat mengancam keselmatan mereka, mereka juga harus melupakan mimpi mereka untuk menikmati sekolah apalagi bermain dengan teman sebaya ditempat yang aman. Kini mereka harus ikut menanggung beban ekonomi keluarga, mereka juga bekerja seperti orang dewasa meski upah yang mereka terima harus berbeda dengan orang dewasa. Penghasilan rata-rata setiap anak perharinya antara 10-15 ribu rupiah, sementara orang dewasa rata-rata penghasilan perhari antara 30-50 ribu rupiah.

Anak-anak yang bekerja disektor penambang pasir dan batu di sungai, pantai dan bukit-bukit terjadi hampir diseluruh wilayah Pulau Nias. Pekerjaan ini berlangsung secara turun-menurun, anak-anak yang drop out sekolah dan yang masih berstatus pelajar banyak terlibat disektor ini. Anak-anak diusia 6 tahun sudah mulai terlibat secara produktif mengumpulkan material bangunan tersebut. Pekerjaan sebagai penambang dilakukan anak laki-laki dan anak perempuan, tidak ada peberbedaan beban kerja bagi anak-anak tersebut.

Lebih jauh menelusuri desa-desa dipulau Nias ternyata semakin banyak anak-anak yang bekerja dalam situasi terburuk. Sebuah sungai besar di kecamatan Tugalaoyo, Kabupaten Nias Utara, setiap harinya 5-10 anak laki-laki usia 14-18 tahun menyusuri sungai dengan rakit dan perahu kecil membawa puluhan ton karet. Karet-karet milik penadah dari para petani kebun tersebut kemudian diangkat dari sungai ke truk-truk yang telah menunggu dipnggir sungai. Karet seberat 60-80 Kilogram mereka panggul dari sungai ke daratan yang jaraknya sekitar 50 meter. Dalam sehari seorang anak dapat mengangkut karet 1 sampai 2 tahun, meerka mendapatkan upah antara IDR. 50,000-100,000/hari, upah disesuai banyaknya karet yang berhasil diangkat dari sungai ke daratan. Karena anak-anak tersebut tidak lagi sekolah maka uang yang diperoleh sebagian diberikan kepada orangtua dan sebagian untuk membeli rokok, minuman alkohol dan makanan diwarung-warung mengikuti jejak orang-orang dewasa yang juga bekerja bersama anak-anak. bahkan terkadang para pekerja dewasa memanfaatkan ketidak berdayaan anak-anak untuk membeli rokok dan minuman beralkohol produksi lokal “Tuak” yang dicampur dengan produksi pabrik.

Sektor pekerja anak lainnya yang cukup besar menyerap tenaga anak-anak adalah perkebunan karet yang pada umumnya adalah milik keluarga. Pada pagi hari sekitar pukul 05.30 AM anak-anak di desa bersama dengan orang tua nya pergi ke hutan untuk “menderes” karet. Pekerja menderes karet memang terlihat mudah, tapi lokasinya ditengah hutan mereka harus berjalan ditengah hutan puluhan kilo meter. Pekerjaan dikebun karet ini dilakukan oleh anak laki-laki dan anak perempuan, bahkan sejak anak-anak usia 7 tahun juga telah diajarkan untuk mederes karet. Berdasarkan kajian cepat yang dilakukan oleh PKPA dan ACTED tahun 2012 di Kabupaten Nias Utara dan Nias Barat, sebaran pekerja anak di pulau Nias adalah:
• Sektor perkebunan/pertanian : 53 %
• Penambang batu/kerikim/pasir : 26%
• Nelayan : 6%
• Penjaga warung/toko : 11%
• Sektor konstruksi : 3 %
• Usaha rumah tangga : 1%

Gambaran sebaran pekerja anak tersebut juga menggambaran sebaran pekerja anak diwilayah lainnya di Pulau Nias, kecuali kota Gunungsitoli. Di kota Gunungsitoli jenis pekerjaan terburuk yang melibatkan anak-anak lebih kompleks, seperti pemulung anak, penarik beca, pekerja rumah tangga anak, penjaga toko, prostitusi anak dan penjual makanan/minuman keliling. Dari jenis pekerja anak tersebut, sektor penambang batu, kerikil, pasir di sungai dan lereng-lereng bukit merupakan sektor pekerjaan yang terburuk untuk anak. Selain lokasi kerja yang membahayakan keselamatan anak, juga bentuk pekerjaan yang sangat eksploitatif. Beban kerja yang sangat berat dengan waktu kerja yang panjang telah menyebabkan banyak anak mengalami penurunan motivasi sekolah dan perilaku yang banyak meniru orang dewasa seperti merokok dan mengkonsumsi minuman beralkohol.

Fakta perburuhan anak disektor penambangan batu, kerikil dan pasir memang bukan cerita baru di Pulau Nias, kondisi tersebut telah berlangsung lama secara turun-temurun. Bahkan masyarakat dan juga pemangku kepentingan diwilayh tersebut sepertinya telah maklum dengan kondisi tersebut dan memandang hal yang biasa. Entah sampai kapan anak-anak ini akan terbebas dari pekerjaan terburuk, entah kapan mereka akan menikmati masa kanak-anak dengan penuh kasih sayank, dapat sekolah dengan nyaman, bermain dengan teman sebaya dan meraih mimpi-mimpi menjadi orang sukses!!!!. (Report by: Misran Lubis and Team PKPA Nias)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Jangan Lupa Tinggalkan Pesan/Do not forget to leave your message: